Minggu, 23 Juni 2024

Lagu Masa Lalu (28): House of The Rising Sun



There is a house in New Orleans
They call the Rising Sun

And it's been the ruin of many a poor boy
And God I know I'm one
My mother was a tailor
She sewed my new blue jeans
My father was a gamblin' man
Down in New Orleans
Now the only thing a gambler needs
Is a suitcase and trunk
And the only time he's satisfied
Is when he's all drunk
Oh mother tell your children
Not to do what I have done
Spend your lives in sin and misery
In the House of the Rising Sun
Well, I got one foot on the platform


Pertama kali dengar lagu yang dibawakan oleh grup band The Animals ini, aku salah sangka. Kata House Rising Sun aku gambarkan sebagai villa keluarga yang sering dikunjungi  saat musim panas. Tapi ternyata.... jauh berbeda.

New Orleans city (www.neworleans.com)



Sebenarnya ini adalah lagu daerah di Amerika. Judul aslinya Rising Sun Blues, bercerita tentang kehidupan yang kacau.  Tidak diketahui siapa pengarangnya, yang pasti lagu ini telah direkam dalam banyak versi. 

Banyak tafsiran tentang apa yang dimaksud House Rising Sun dan dimana lokasi sebenarnya. Nama kota New Orleans pun seringkali diganti dengan tempat lain. Pada banyak versi, Rising Sun dipercaya sebagai  rumah bordil di New Orleans pada abad 19. Melalui lagu ini, ingin disampaikan jeritan hati seseorang yang terjerat dalam dunia kelam, dan ia berpesan agar jangan ada anak-anak lain yang mengikuti jejaknya. 

Tafsiran lain menceritakan tentang penjara wanita di New Orleans, dimana seorang wanita mengisahkan hidupnya yang hancur karena melakukan tindak kriminal. Ada pula yang mengatakan bahwa House Rising Sun hanyalah sebuah perumpamaan sebagai kritik sosial untuk prostitusi yang marak di New Orleans.   

Lagu ini telah dibawakan oleh banyak penyanyi seperti Texas Alexander, Nina Simone, Robert Winslow Gordon, Joan Baez, hingga Bob Dylan. Namun versi paling terkenal dan lebih bisa diterima publik adalah yang dibawakan oleh band The Animals pada 1964. Dalam versi ini, tokohnya adalah laki-laki yang terjerat pada perjudian. 

Apa pun versinya, yang jelas lagu ini mengandung nasihat yang baik untuk menghindari maksiat. 

Cover album The Animals (www.stereogum.com)


Link video : 

Senin, 03 Juni 2024

Rekomendasi Warung Makan di Salatiga

Bisa dibilang,  Salatiga adalah my second hometown.  Hampir 8 tahun aku tinggal di sini buat cari ilmu. Sampai sekarang aku juga masih suka ke sana buat mengenang masa-masa kejayaan. Biar hidup serba sulit,  tapi zaman kuliah cukup membentuk mentalku yang labil ini.

Bicara soal kuliner, semasa kuliah, jujur aja aku jaraaang banget makan yang mewah-mewah, termasuk makanan yang masuk trademark Salatiga. Maklum, anak kost, bisa makan 3 kali sehari aja udah mujizat. 

Levelku tentu saja warteg, angkringan, warmindo, atau bakso-soto kaki lima. Kebiasaan ini masih sampai sekarang, aku lebih nyaman makan nasi kucing di angkringan daripada nasi goreng Hongkong di cafe. Yang pasti nggak perlu keluarin uang kertas hijau apalagi biru dari dompet (emang dasar pelit). 

Nah, di sini aku mau berbagi cerita tentang  dua warung makan di Salatiga yang bagiku recommended. Nanti kalau ada waktu, akan aku review tempat lain lagi. 

1. Warung Gelegar 

Buat mahasiswa UKSW yang kost di kawasan Kemiri pasti nggak asing dengan warung makan satu ini. Ya, warung yang terletak di Jl. Kemiri Raya no. 5 ini termasuk legend. Sebenarnya banyak warung makan di daerah ini, tapi tidak sedikit yang hanya bertahan dalam hitungan tahun. Minggu lalu aku mengunjungi lagi area kampusku, dan kulihat beberapa warung makan yang sempat menemani masa kuliahku sudah tutup, berganti warung atau cafe baru. Cuma Warung Gelegar ini yang bisa bertahan sekitar 4 dekade. 




Saat aku pertama kuliah tahun 2007, warung ini masih sederhana tapi sekarang sudah direnovasi dan menyatu dengan usaha laundry. Dulu dikelola oleh sepasang bapak-ibu. Sekarang dilanjutkan oleh anak dan karyawannya, karena si bapak sudah tiada dan si ibu sudah tua. 

Begitu masuk, kita tinggal mengatakan pada penjual, apakah mau makan di sini atau dibungkus. Selanjutnya kita akan diambilkan nasi, sayur dan lauk sesuai pilihan kita. Menu yang disajikan cukup beragam. Ada sayur sup, tumis sayuran seperti sawi, buncis, daun pepaya, cap cay, pecel, mie goreng, opor, sambal tumpang, pokoknya banyak deh. Berbagai lauk juga siap dipilih, seperti tahu dan tempe goreng, kering tempe, bakwan, perkedel, telur mata sapi, ayam krispi, ikan lele, pindang ikan. Minumannya standar seperti teh, kopi, dan es jeruk. Dan satu yang penting dicatat dari warung makan tradisional adalah beberapa menu belum tentu ada setiap harinya. Jadi jangan heran kalau misalnya kemarin ada cah jamur tapi hari ini tidak ada. 

Tapi tetap... menu-menu khas hampir selalu ada. Favoritku adalah sayur sup, tambah kering tempe, plus 1-2 potong gorengan. Soal harga terjangkaulah untuk kantong mahasiswa. Menu favoritku itu, ditambah segelas es teh, total harganya Rp. 11 ribu. 



Warung ini buka dari pagi hingga malam. Dengan eksistensi Gelegar, heran kalau bukan cuma mahasiswa, tapi para alumni yang sedang datang ke Salatiga suka mampir ke sini. Tak akan kami lupa keramahan bapak dan ibu bertanya "Makan, mbak/mas? Dibungkus atau makan sini". 


2. Warung Prasmanan Agung Lestari 

Sebenarnya aku belum pernah mengunjungi tempat ini semasa kuliah, soalnya letaknya agak jauh dari kampus, tepatnya di pusat kota. Aku tahu warung makan ini dari teman Facebookku dulu, Ibu Anthoneta Yulianti. Katanya sih harganya murah dan enak. Tak salah, pertama aku ke sana langsung jatuh cinta (sama makanannya lho).

Siang itu, setelah melepas rindu dengan kampus dan kost, aku berjalan ke Lapangan Pancasila. Di sebelah barat Polres Salatiga, berjajar pulau-pulau.. eh warung-warung. Agung Lestari terletak paling pojok, dekat tikungan, tertutup pohon besar. Jadi harus pasang mata baik-baik biar nggak terlewat. Warung ini pernah buka cabang di daerah Kembangarum, tapi cabangnya sekarang udah tutup. 




Tempat ini berbentuk memanjang. Tidak terlalu luas, jadi kalau di dalam lagi penuh kita harus makan di teras. Begitu masuk, kita tinggal putuskan, mau makan di tempat atau dibungkus. Nasi bisa pilih mau porsi kecil atau besar karena ada mangkuk penakarnya. Selanjutnya, kita bisa ambil sendiri lauk dan sayur yang disukai. Minuman pun tinggal ambil dari dispenser, mau jus buah, teh, atau air putih. 

Karena sebelumnya sudah makan siang di Gelegar, aku putuskan bungkus nasi aja di Agung Lestari buat nanti dimakan di rumah. 

Begitu pilih lauk... hmmm... aku jadi bingung mau yang mana. Serius, saking banyaknya pilihan. Mulai dari tumis-tumisan, sayur berkuah bening maupun santan, aneka gorengan, telur, ayam, ikan...  tak kurang dari 50 macam. Ya, aku akhirnya ambil tumis sawi hijau, mie goreng, perkedel, dan telur dadar yang dicetak.  Total semua Rp. 18 ribu, sepadan lah. 




Sesampai di rumah, langsung kunikmati. Mmm... maknyusss.. lezatos. Rasanya bumbunya sungguh pas dengan nasi yang pulen. Mie gorengnya punya rasa gurih tersendiri, seperti dimasak dengan margarin. 

Ya, kupastikan Agung Lestari masuk dalam list favoritku kalau nanti ke Salatiga lagi.