Senin, 22 Juli 2024

My Fourth Backpacker (Part 2) : 12 Jam Dalam Gerbong Sri Tanjung

 Yesss... akhirnya terkabul juga keinginanku untuk naik KA Sritanjung ke Banyuwangi. Pas lihat jadwal keretanya, serasa tantangan. Bayangkan, sehari full dari jam 07.20 sampai menjelang jam 20.00 kita cuma duduk ! Buat yang nggak biasa bepergian jauh pasti bikin suntuk, mabok, atau orang Jawa bilang: mendhem. 

Kereta berangkat jam 07.20, aku harus berangkat sepagi mungkin dari Magelang. Dengan menggendong ransel dan menenteng tas besar berisi pakaian (nggak mau bawa koper karena ribet naik turunnya), aku memulai dengan naik ojol (Gojek) dari rumah, dilanjut bus jurusan Jogja dari depan Artos Mall. Hari masih gelap, matahari baru terbit saat bus mencapai Muntilan. 

Sengaja turun di Pasar Mlati, karena ojol dilarang naikkan penumpang dari depan Terminal Jombor. Malas juga kalau harus jalan jauh bawa tas berat. Sebelum turun dari bus, aku udah klik order ojol biar nggak kelamaan nunggunya. Nggak salah, aku masih harus tunggu 5 menit lebih baru abang ojolnya datang. 

Tepat jam 7, aku sampai di Stasiun Lempuyangan. Agak gemes juga karena si abang ojol nggak paham medan, jadi kebablasan, aku musti jalan agak jauh. Berulang kali dia minta maaf. Iya, iya, aku maafin. Yang penting belum ketinggalan kereta. 

Biar Jogja punya sejuta kharisma, aku merasa nggak perlu perhatikan yang lain-lain saat ini. Fokusku cuma pengin secepatnya cetak tiket dan masuk kereta. Untunglah aku nggak perlu antri lama. Ketik kode booking di mesin lalu syuuut. Pas masukin dompet ke tas, seorang pemuda menghampiriku "Pak, itu kuncinya jatuh." O lha, ternyata kunci rumahku sudah tergeletak di lantai. Spontan kuucapkan terima kasih. Syukur deh ada hal baik terjadi di sini. 

Makasih buat mas-mas baju oranye yang sudah temukan kunciku


Karena sudah jam 07.10, aku segera check in dan menuju kereta. Tak lama kereta berangkat. Tempat duduk di sebelahku masih kosong, sementara di depanku 2 orang ibu, satu masih muda, satu udah setengah tua. Aku tahan keinginan buat selonjoran, takut dibilang nggak sopan.

Berhubung belum sarapan, aku membuka kotak makanku yang berisi nasi dan omelet mie. Tak sampai 15 menit segera kuhabiskan. Kotak lainnya berisi roti tawar dengan olesan madu, coklat, dan abon. Kusimpan saja untuk makan siang. Ada juga beberapa cemilan lain. Ya, memang lebih baik bawa bekal sendiri daripada beli di kereta makan. Meski petugas lalu lalang menawarkan Pop Mie, minuman, hingga nasi goreng, aku sama sekali tidak tertarik. Bukan apa-apa, harganya mahal buat penggemar angkringan sepertiku. 

Aku melihat ke jendela saat kereta melewati daerah Klaten. Pemandangan ladang yang hijau disinari matahari pagi. Betapa indahnya. Dalam hatiku berkata, janganlah pagi ini cepat berlalu. Lho? 

Pagi yang cerah di Ceper, Klaten


Menit dan jam berlalu, kereta sudah memasuki Jawa Timur. Sampai di Jombang,  tempat duduk di sekitarku sudah terisi penuh. Tubuhku mulai capek duduk terus. Makanya saat kereta berhenti agak lama di stasiun, aku turun sebentar merenggangkan otot kaki sekalian ke toilet. 

Aku mulai loyo setelah lewat Sidoarjo. Udara siang bikin ngantuk, tapi mau tidur juga susah karena di kanan jendela di kiri ada orang. Main HP terus bikin capek mata. Akhirnya setelah makan bekal rotiku, aku membuka buku yang kupinjam dari perpustakaan kota Magelang. Judulnya AnTravelogi karya Dini Novita Sari. Seketika cerita pengalaman Mbak Dini waktu liburan ke Singapura bareng teman-temannya membuatku termenung. Aku memang suka cerita-cerita traveler begini dan selalu bermimpi jadi seperti mereka. Bakat menulisku udah ada, tapi yang mau ditulis belum banyak karena isi dompet yang terbatas. Dan lagi aku tidak banyak teman yang sehobi denganku. 

Buku AnTravelogi (foto kuambil di rumah)

Stasiun Probolinggo


Suasana hutan di jalur Probolinggo-Lumajang membawaku kembali ke dunia nyata.  Ya, daerah ini belum pernah kulihat sebelumnya, jadi sayang kalau dilewatkan. Pohon-pohon besar menjulang dengan langit yang masih biru seperti yang pernah kulihat di film 5 Cm. Sayang, karena posisiku di sebelah kiri, aku tidak bisa melihat Gunung Bromo dan Semeru. 

Sempat kulihat Stasiun Klakah, satu-satunya stasiun aktif di Lumajang. Tidak jauh dari sana ada Ranu Klakah, danau vulkanik di lereng Gunung Lamongan. Sebenarnya tempat itu masuk wishlist perjalananku sejak dulu, tapi karena KA Sritanjung tidak berhenti di Klakah, alhasil harus kuurungkan sementara. 

Saat berhenti di Stasiun Tanggul, aku kembali turun sebentar. Matahari mulai terbenam. Aku melihat-lihat sekitar stasiun tapi nggak berani jauh dari kereta. Stasiun ini berada di bagian barat Kabupaten Jember. Baik Jember maupun Banyuwangi wilayahnya cukup luas. Biarpun di peta terlihat dekat, ternyata jarak ibukota kedua kabupaten itu juauhhh... sekitar 100 km ! 

Stasiun Tanggul



Kereta mulai sepi begitu sampai Stasiun Jember. Ibu-ibu dan mbak-mbak di sekitarku udah pada turun. Tinggal seorang bapak yang baru naik, duduk di depanku. Hari benar-benar sudah gelap dan di luar sana  kurang penerangan jadi nggak ada yang bisa kuperhatikan selain mendengar pengumuman kereta berhenti di stasiun-stasiun kecil. Oh ya, di lintas Jember-Banyuwangi ini ada beberapa stasiun yang namanya mirip-mirip : Kalisat, Kalisetail, Kalibaru, Rambipuji, Rogojampi. Jadi yang mau turun di salah satu stasiun itu musti pasang telinga baik-baik. Salah dengar ya salah turun deh. 

Banyuwangi! Akhirnya.. Tak lupa aku chat WA ke Mas Rahmat, pemilik Rumah Singgah, bahwa aku akan segera sampai. Kupersiapkan tas-tasku. Di belakangku, beberapa orang bule juga bersiap turun. Tak salah, Banyuwangi sering menjadi tempat transit para turis sebelum menyeberang ke Bali atau  yang mau berwisata ke daerah sekitar seperti Baluran, Alas Purwo, dan Kawah Ijen.  Deg-degan juga, jangan-jangan di Rumah Singgah nanti bakal sekamar sama bule. Wow, fantastic... 

Sampai juga di Banyuwangi



12 jam perjalanan berakhir sudah. Dengan gembira, aku berjalan keluar dari stasiun Banyuwangi. Kutolak semua tawaran ojek maupun taksi karena menurut Google Maps, jarak Rumah Singgah cuma sekitar 200 meter dari stasiun. 

Aku sejenak mengagumi bangunan stasiun ini. Tidak terlalu besar, tapi bagus banget. Di samping bangunan utama ada gerai Roti O dan Indomaret. Keluar dari stasiun, berjajar warung makan, hostel, dan rental motor. Biarpun namanya Stasiun Banyuwangi Kota, lokasinya agak jauh dari pusat kota, bahkan agak di pelosok. Jalan menuju Rumah Singgah pun harus lewat hutan kecil yang  sepi dan kurang penerangan. 

Stasiun Banyuwangi Kota


Minggu, 21 Juli 2024

My Fourth Backpacker (Part 1) : Murah Meriah Menuju Bali

Prinsip utama seorang backpacker adalah  bagaimana bisa bepergian asyik dengan biaya sekecil mungkin.  Sepertinya perjalanan kali ini adalah latihan bagiku buat jadi backpacker sejati. 

Liburan ke Bali dengan budget kurang dari Rp. 500 ribu. Mana bisa? Bisa kok! Coba aja! 

Tentunya liburannya bukan ke Pantai Kuta atau Kintamani. Selain makan waktu lebih, keluar duitnya juga lebih. Jadi, aku pilih ujung barat Bali. Yang penting sampai ke Bali , itu aja! 

Ada lho, kereta api dari Jogja yang langsung ke Pelabuhan Ketapang. Namanya KA Sritanjung. Tiketnya Rp. 94.000, ditambah pajak Rp. 7.500 jadi cuma Rp. 101.500. Cuma ya itu, tiket murah begini cepat habis. Apalagi musim liburan begini!  Kita musti ubek-ubek aplikasi KAI, Tokopedia, Shopee, atau Indomaret, paling lambat H-7. Lebih dari itu, lupain aja deh! 




Bukan cuma harus pesan cepat, buat yang tinggal di luar Jogja wajib berangkat sepagi mungkin ke stasiun. Ini bagian paling menyebalkan bagiku, karena tarif bus dari Magelang dan ojol ke Stasiun Lempuyangan hampir separuh harga tiket kereta. Andai saja Magelang punya kereta... ah ! 

Pesan tiket kapal juga mudah, kita bisa pesan lewat aplikasi Ferizy. Menyeberang dari Ketapang ke Gilimanuk maupun sebaliknya cukup dengan Rp. 10.600 , ditambah pajak, jadi kurang lebih Rp. 13.000 buat sekali jalan. Jadi, dari Jogja ke Bali cuma perlu sekitar Rp. 114.500 !  




Terus soal penginapan. Nah lo... mau nginap di mana? Setelah searching pontang-panting, akhirnya kutemukan yang bukan cuma murah tapi GRATIS! Hah, serius? DUA RIUS! Tak jauh dari stasiun Banyuwangi Kota ada Rumah Singgah. (hmm... jadi ingat lagunya temanku, Fabio Asher). Yes, Rumah Singgah ini memang diperuntukkan untuk backpacker. Bayar seikhlasnya, tapi nggak bayar juga nggak apa-apa, asalkan tujuan kita nggak macam-macam. 




Belakangan, kutemukan juga berkat lainnya. Jarak dari Rumah Singgah ke Pelabuhan Ketapang kan lumayan jauh. Kalau naik ojol bisa Rp. 30.000. Untungnya, ada kereta api Pandanwangi jurusan Ketapang dengan tarif Rp. 8.000 ! Ya, cukup pesan tiket via aplikasi KAI Access lalu jalan kaki ke Stasiun Banyuwangi Kota. Yang Rp. 22.000 bisa buat beli sarapan atau oleh-oleh. 

Satu lagi, karena mau lebih hemat (biarpun agak repot), aku sengaja bawa bekal dari rumah. Pagi saat berangkat dari Magelang aku bawa nasi omelet buat dimakan di kereta, tak lupa lunch box berisi sandwich, roti dan beberapa cemilan beserta air mineral. (ini mau backpackeran apa mau camping ya). 

Itulah strategi perjalananku kali ini. Buat cerita lengkapnya, aku tulis di next part ya.