Sesudah sarapan seadanya dengan roti dan cemilan, aku segera mandi. Keasyikan mandi, nggak taunya udah jam 07.40. Padahal KA Pandanwangi berangkatnya jam 07.47. Aku cuma punya waktu 7 menit buat ngejar kereta! Maka, setelah berpakaian necis, cepat kuangkat ranselku, pamitan pada Aldi yang baru aja bangun, lalu buru-buru ke stasiun.
Huh, jam di HPku sudah jam 07.43. 4 menit lagi bro! Aku harus jalan cepat tapi tetap hati-hati soalnya jalan di sini berpasir. Nggak lihat kiri kanan lagi aku lari masuk stasiun.
Syukur deh, kereta belum berangkat. Begitu lihat mesin cetak tiket aku buru-buru ketik kode booking dan klik Check In. Tapi lho... lho... tiketnya nggak tercetak. Ada mbak-mbak security di situ, tapi dia lagi jelaskan sesuatu ke seorang bapak yang bawel abis. Duh... cepetan napa. Begitu peluit kereta terdengar, kesabaranku udah nggak bisa ditolerir lagi. Aku menyela "Mbak, ini kok tiketnya nggak keluar." "Udah check in kan? Langsung masuk aja" jawabnya. Bilang dong dari tadi!
"Naik KA Pandan kan? Cepetan, keretanya udah mau berangkat" kata petugas lainnya. Wawww... kereta udah mulai melaju setapak demi setapak. Udah kayak ngejar bus kota aja, aku langsung lari dan memanjat ke salah satu gerbong. Praise The Lord!
KA lokal jurusan Jember-Ketapang ini nampak sepi hampir di semua gerbong karena penumpang lebih banyak turun di Stasiun Banyuwangi tadi. Saking sepinya, sampai-sampai satu gerbong kurang dari 10 orang. Tarifnya murah banget cuma Rp. 8.000. Jauh lebih murah dari angkutan lain. Tapi jangan salah, biarpun KA lokal tapi interiornya tetap seperti KA ekonomi yang duduk berhadapan dan bisa pilih tempat duduk. Seperti kebiasaanku naik KA, aku selalu pilih gerbong paling belakang.
Baru 5 menit aku duduk, suara speaker sudah terdengar bahwa kereta segera memasuki Stasiun Ketapang. Dari jendela, daerah pesisir terlihat jelas. Yah.. kenikmatanku di KA ini sebentar banget, tapi mau gimana lagi. Lain kali lagi deh.
Hatiku penuh sukacita saat turun. Akhirnya sampai juga aku di ujung timur pulau Jawa! Saking senangnya, aku nggak langsung keluar stasiun. Keliling dulu ambil foto sana sini. Di kejauhan nampak daerah perbukitan. Banyuwangi bagian barat memang dataran tinggi. Nun jauh di perbatasan Bondowoso, ada 3 gunung api yaitu Ijen, Raung, dan Merapi. Yang terakhir ini namanya memang sama dengan gunung di dekat Magelang. Entah kenapa dinamakan begitu. Yang jelas gunung Merapi versi Banyuwangi ini tidak seaktif Merapi versi Magelang.
Sebagai stasiun terminus (perhentian terakhir), Stasiun Ketapang letaknya tidak jauh dari Pelabuhan Ketapang. Begitu keluar dari stasiun, cukup jalan kaki sekitar 500 meter lalu menyeberang jalan.
Tak sulit bagiku mencari jalan masuk pelabuhan karena sudah ada penanda untuk penumpang umum. Karena aku sudah pesan tiket lewat Ferizy, jadi tinggal scan QR di mesin yang mirip ATM itu, lalu keluarlah 2 lembar tiket : satu untukku, satu untuk petugas.
Selanjutnya, aku andalkan naluri aja sambil perhatikan penunjuk arah. Sampailah aku di dermaga. Tak perlu banyak tanya lagi, langsung dekati petugas yang jaga, tunjukkan tiket, bisa langsung ke kapal yang sudah merapat.
Deg-degan juga rasanya. Ini pertama kali aku naik kapal sendirian. Tapi dasar photoholic, aku sempat-sempatnya abadikan suasana pelabuhan, biarpun posisiku harus melipir soalnya banyak kendaraan yang masuk kapal. Sensasi lain pastinya goncangan tiap kali ada truk lewat.
Begitu naik ke atas kapal, aku langsung duduk di dek depan, memandangi laut dan langit yang sama-sama biru. Sementara pulau Jawa mulai menjauh. Aku pernah melewati Selat Bali ini saat study tour SMA dulu. Tapi kali ini lebih menantang karena aku sendirian. Sesekali kapal bergoncang diterpa ombak. Kata orang, semakin siang angin laut akan semakin kencang.
Bosan memandangi laut, aku masuk ke ruangan kapal. Ternyata di sini suasananya mirip di kafe. Ada yang lagi makan, ada yang tiduran di sofa. Memang ada kedai yang menjual Pop Mie, minuman, dan makanan ringan. Tapi aku blas nggak tertarik karena harganya pasti berkali-kali lipat dari kedai di darat. Biarpun ruangan luas tapi nggak ada AC, cuma beberapa kipas angin. Sementara aduh... baterai HPku tinggal 40 persen. Aku cari-cari colokan listrik, satupun nggak ada yang kosong. Kalaupun ada, udah ada yang pakai. Ya udahlah. Sambil dengerin lagunya Judika yang disetel di layar TV, aku memandangi laut dengan pasrah.
Singkatnya, kapal mulai melaju pelan, tanda mau merapat. Sebagian besar penumpang mulai bersiap turun. Aku tunggu sampai kapal beneran berhenti. Yes, inilah Pulau Bali!
Aku turun ke basement tempat parkir. Semua orang sudah masuk ke kendaraan masing-masing. Tinggal aku dan beberapa ibu-ibu yang kebingungan cari jalan keluar. Habisnya ruang basement penuh truk dan bus. Aku coba nyusup sana sini, eh nggak muat. Salah-salah bisa kena cium truk karena lantai besi ini licin. Ya, terpaksa tunggu sampai kendaraan pada keluar kapal.
Sambil melipir karena takut kepeleset aku melangkah keluar kapal, diikuti rombongan ibu-ibu tadi. Eksotisme Pulau Dewata sudah di depan mata dengan ornamen berbentuk pura. Di seberang pelabuhan ternyata sudah ada terminal. Sejumlah kernet dan calo langsung merubung kami menawari bus ke Denpasar. Ibu-ibu tadi langsung menuju bus karena memang tujuan mereka ke sana. Tinggallah aku sendiri melangkah keluar pelabuhan.