Siapa yang menyangka, di tengah keramaian kota Jogja tersembunyi
sebuah candi dengan taman yang sangat indah? Candi Sambisari namanya.
Dari arah Magelang, kita bisa lewat Ring Road Utara sampai pojok lalu
belok kiri ke Jalan Raya Tajem. Agak mblusuk sih jalannya. Bila kau datang dari
selatan (kata lagunya Shaggy Dog) atau dari arah Solo, ini lebih mudah. Setelah
Akademi Angkatan Udara, kita bisa temukan Jalan Candi Sambisari di sebelah
kanan lalu lurus aja asal jangan sampai nabrak….hehehe…
Candi ini letaknya agak di bawah, jadi buat yang lewat dari kejauhan mungkin
heran “Lho, mana candinya?” Yes, kita harus menuruni anak tangga untuk sampai
ke depannya. Bagaikan bangunan di lembah dikelilingi padang rumput hijau. Sesekali deru pesawat terbang dari Bandara Adisucipto akan memecah kesunyian. Keadaan yang sungguh mempesona.
|
Candi Sambisari, letaknya di bawah |
Bersama David, aku menikmatinya. Suasana siang itu lumayan ramai oleh serombongan
pengunjung, cewek-cewek bersama seorang fotografer, yang kata David “kayak
pemilihan Miss Universe”… lumayan buat cuci mata…hehehe…. Tapi nggak
menyurutkan niat kami buat narsis-narsisan. Dan kok ya ndilalah, spot mana pun
kami berfoto, semua sama bagusnya.
|
Bergaya di bawah pohon yang unik |
Ada saluran air di sebelah kanan candi. Fungsinya sebagai saluran
pembuangan air hujan agar candi tidak tergenang. Unik sekali, mirip kolam putri raja. Tangga buat ke bawah juga ada. Biarpun begitu, kami nggak mungkin
turun, karena di sini ada rombongan makhluk penghisap darah, yaitu lintah.
Siap-siap kena anemia kalau berani turun…eh….
|
Saluran pembuangan air hujan |
Kami turun ke pelataran candi, dan wow… bukan cuma satu candi tapi
empat. Satu candi utama dikelilingi tiga candi perwara yang sayang sekali
bentuknya tidak utuh. Tambah lagi batu lingga dan yoni yang ikut melengkapi
suasana. Nggak kalah sama situs Stonehenge di Inggris!
|
Tangga yang indah |
|
Gerbang masuk pelataran
|
|
Situs bersejarah!
|
Batu yang belum disusun |
|
Batu-batu candi yang belum disusun masih tersebar di sekitar pelataran.
Ya, untuk merekonstruksi candi memang tidak mudah, perlu ketelitian untuk
mengetahui susunan asli batu-batuan itu. Apalagi nggak jarang ada batu-batu
yang hilang. Menurut buku yang pernah kubaca, biasanya penyusunan dilihat dari
arah robohnya batuan. Kalau batunya ditemukan sebelah barat, itu artinya batu
itu adalah bagian dinding sebelah barat.
|
Candi utama |
|
Di depan candi utama |
|
Relief yang cantik |
|
Pahatannya halus |
|
Salah satu candi perwara |
|
Candi perwara yang tidak utuh beserta lingga di depannya
|
|
Eh, ada pesawat lewat |
Relief candi menggambarkan ukiran-ukiran cantik. Di bagian dinding
luar terdapat relung berisi arca Durga, Agastya dan Ganesha, dewa-dewa dalam
agama Hindu Syiwa. Konon, candi Sambisari ini dibangun sekitar abad ke-9 oleh Wangsa
Syailendra, dinasti penguasa kerajaan Mataram Kuno. Pada abad ke-10, terjadi bencana
dahsyat Gunung Merapi yang mengubur peradaban tersebut. Sampai akhirnya tahun
1966, waktu warga sekitar menggarap lahan mereka menemukan batuan yang
mengandung unsur candi. Melalui usaha Dinas Purbakala, Candi Sambisari pun
berhasil ditemukan dan dipugar kembali.
Sesudah
puas, kami lanjutkan perjalanan ke sebelah timur kota Jogja. Yeah, sebagai eks
wilayah Kerajaan Mataram Kuno, Kalasan penuh dengan peninggalan sejarah,
terutama candi. Bisa dibilang, Kalasan adalah “gerbang” dari Prambanan, karena
selepas dari kota Yogyakarta, kita akan lewat Kalasan dulu baru sampai di
Prambanan. Selain Candi Sambisari, masih ada Candi Kalasan, Candi Sari, Candi
Kedulan dan Candi Kadisoka. Dua candi yang kusebut terakhir baru ditemukan
beberapa tahun yang lalu dan sekarang sedang proses rekonstruksi. Apakah masih
ada candi lain yang belum ditemukan? Maybe…
Pilihan kami
adalah Candi Sari, sebuah candi Buddha. Letaknya di Dusun Bendan, beberapa
ratus meter sebelah timur Candi Kalasan. Cukup masuk beberapa meter dari jalan
raya Jogja-Solo, kami udah sampai. Begitu lihat candinya, kami langsung takjub
“wah… gede banget”.
|
Candi Sari, biara para biksu |
|
Batu-batuan candi yang tidak atau belum tersusun |
Memang nggak
sebesar Candi Borobudur, tapi bangunan candi dari abad ke-8 ini begitu megah
menjulang. Bagian atas dihiasi beberapa stupa yang mengingatkanku pada kubah
katedral. Di dalamnya ruangan bertingkat dengan jendela. Maklum saja, Candi
Sari adalah sebuah biara atau asrama bagi para biksu. Dindingnya dihiasi relief
Bodhisatwa yang digambarkan berdiri dengan memegang bunga teratai. Menurut
penjelasan di situ, saat ditemukan bagian selasar candi hilang. Jadi bayangin
aja, sebesar apa candi ini kalau lengkap.
|
Relief Bodhisatwa |
|
Arsitektur nan megah |
|
Tangga masuk ke candi, belum tersusun rapi |
Sayangnya,
siang itu Candi Sari nampak sepi. Pengunjungnya cuma kami berdua. Tapi di luar
candi yang adalah perkampungan, warga sekitar beraktivitas. Ada yang sedang
menggembalakan sapi, menuju ke sebelah utara candi yang banyak rumputnya.
Baik Candi
Sambisari maupun Candi Sari sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh
Pemkab Sleman. Harga tiket masuknya juga sama, yaitu Rp. 2000 per orang. Terjangkau
banget kan?
Sebenarnya
aku pengin lanjut ke Candi Kalasan, tapi berhubung kami udah capek, terpaksa
aku pending dulu. Sampai jumpa di Kalasan suatu hari nanti!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar