Bukit-bukit di selatan Jawa Timur |
Pagi yang cerah menemaniku menuju kota
Blitar. Dari jendela nampak pemandangan
yang sama dengan yang kulihat saat datang kemarin. Bedanya, kali ini terasa
lebih menyejukkan hati. Kehangatan sinar matahari menembus bukit dan hutan.
Bendungan Karangkates dan pedesaan di selatan Jawa Timur seakan membawa
kedamaian. Oh indahnya pagi ini…
(lagi-lagi puitis)
Perkebunan di pagi hari |
Pagiku indah... hariku cerah
T'rima kasih, Kau limpahkan berkat
Ketika gundah... hati gelisah
PadaMu... ku berserah
Aku bernyanyi... aku memuji.... aku bersyukur
Anug'rahMu terus mengucur
Alam elok bercanda
Sukacita bersama sesama
Terima kasih Tuhan......
Stasiun Talun, Kabupaten Blitar |
Buat aku sendiri, naik kereta ini
bikin betah. Seandainya nggak dikejar waktu, pengin rasanya kereta ini berjalan
lebih lambat. Sesudah berhenti di beberapa stasiun kecil, sampailah KA
Penataran ke Stasiun Blitar. Ah, dua setengah jam terasa berlalu begitu cepat.
Sampai juga di Blitar |
Stasiun Blitar |
Aku turun dengan membawa ransel, tas
selempang dan satu tas kresek besar berisi oleh-oleh. Hal pertama yang harus
kulakukan tentu saja mencetak tiket. Daripada nanti-nanti keburu penuh
antriannya.
Sebagai kota kelahiran Ir. Soekarno
atau Bung Karno, tentu saja Blitar memiliki sejumlah memorial tentang sang
Proklamator tersebut. Bahkan, di dinding ruang tunggu stasiun terpampang foto
besar Bung Karno sedang sungkem kepada ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, dengan
disaksikan sang kakak, Soekarmini. Foto ini sangat istimewa karena menggambarkan
sikap Bung Karno sebagai anak yang berbakti pada orang tuanya. Meski sudah
menjadi orang nomor satu di negara ini, beliau tidak lupa pada jasa ibunya,
bahkan rela menempuh perjalanan Jakarta-Blitar dengan kereta api demi berkunjung
dan sungkem terhadap sang ibu. Dalam diri Ida Ayu Nyoman Rai juga tersimpan
kekuatan doa seorang ibu. Saat Bung Karno kecil, sang ibu pernah mendoakan
“Sang Putra Fajar” tersebut agar menjadi pemimpin besar di negeri ini.
Foto Bung Karno sungkem pada ibunya |
Memorial foto-foto Bung Karno saat berada di Blitar |
Ada juga foto Bung Karno bersama sang
ayah, serta beberapa foto kenangan lainnya berikut beberapa penjelasan. Menarik
sekali.
Makam Bung Karno terletak sekitar 3 km
dari stasiun. Tak ketinggalan Istana Gebang, rumah masa kecil beliau yang
jaraknya 2 km dari stasiun. Sayangnya, waktu yang terbatas ditambah barang
bawaan seabrek nggak memungkinkan buatku berkunjung ke sana.
Akhirnya, aku memilih jalan ke Alun-alun Blitar, yang nggak
jauh dari sini. Lalu lintas di Blitar lebih lengang daripada Malang, jadi aku
lebih leluasa. Biarpun agak risih juga kalau dilihat orang, gara-gara aku bawa
tas berat-berat.
Suasana jalan di Blitar |
Alun-alun Blitar ada di Jalan Merdeka.
Sebuah lapangan besar dikelilingi pagar dengan pohon-pohon rindang. Seperti
alun-alun pada umumnya, ada pohon beringin di bagian tengah.
Udara siang itu sangat panas. Butuh
yang seger-seger? Nggak perlu kuatir, ada penjual es pleret di luar alun-alun.
Tanpa pikir panjang, aku langsung masuk ke sebuah warung tenda dan pesan
minuman khas Blitar itu. Oh ya, pleret itu sejenis olahan tepung kanji yang
dipadatkan dan diiris-iris. Penyajiannya dicampur cendol dan kuah gula merah
campur santan. Dikasih es batu atau es serut… wuih segarrr. Biarpun sederhana
tapi lumayan buat sejenak melepas lelah. Selain es pleret, di warung sini juga dijual kerupuk warna warni
dari tepung kanji.
Pohon beringin di tengah alun-alun |
Es pleret, pelepas dahaga khas Blitar |
Setelah mengitari alun-alun,
sebenarnya aku mau langsung pulang. Tapi aku lihat di seberangnya ada sebuah
taman dengan tulisan besar : Taman Pecut Kota Blitar. Sudah pasti aku tergoda
buat ke sana.
Maka, cukup dengan menyeberang jalan,
aku masuk ke taman itu. Ternyata Taman Pecut ini adalah salah satu ikon kota
Blitar. Ada monumen berbentuk tangan memegang cambuk, atau disebut pecut dalam
bahasa Jawa. Lambang ini berasal dari cerita rakyat Blitar, yaitu Pecut
Samandiman, senjata milik Adipati Blitar untuk melindungi warga dari letusan
Gunung Kelud.
Taman ini ditata dengan apik. Ada
gazebo, kursi taman, sampai toilet yang bebas digunakan pengunjung. baru
diresmikan beberapa bulan lalu. Tapi sudah jadi daya tarik tersendiri bagi warga.
Siang itu ada beberapa orang tua dan anak-anak asyik berfoto atau sekedar
santai. Aku sendiri tidak bisa lagi menahan hasrat berfoto. Kuletakkan
barang-barangku, kubuka jaketku, lalu asyik selfie dan jeprat-jepret sana sini.
Beberapa orang melihatku dengan heran, tapi aku nggak peduli, memang beginilah
diriku. Segala yang indah tidak boleh dilewatkan, itu sloganku.
Pecut, lambang kota Blitar |
Yeah, this is Blitar |
Hayo... berani melawan? |
Santai sejenak |
Matahari hampir di atas kepala saat
aku merasa cukup untuk berfoto dan santai sebentar. Aku kembali mengangkat
tas-tasku menuju stasiun. Kereta api Kahuripan segera berangkat jam 12.10.
Mulai duduk di ruang tunggu stasiun, hingga naik ke kereta api, aku asyik
memandangi foto-foto yang telah kubuat. Puas sekali aku. My first backpacker
has ended perfectly.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar