Aku pernah baca di sebuah majalah
tentang Puri Maerokoco, letaknya dekat PRPP, kawasan Puri Anjasmoro, Semarang.
Kabarnya di sini adalah “Taman Mini” nya Jawa Tengah.
Kamis, 30 April 2015 sepulang dari
kampus di Salatiga, aku berangkat ke Semarang. Sebenarnya tujuanku kali ini
adalah Pantai Marina Semarang, tapi karena aku sampai di Semarang sudah
kesorean, juga masih perlu jalan kaki lagi, aku ubah haluan aja ke Puri
Maerokoco.
Naik bus Salatiga-Semarang, turun
di Tugu Muda, lanjut angkot ke Karangayu. Nah, di sini aku sempat bingung mau
ngalor atau ngidul. Tanya sana sini, akhirnya aku naik bus jurusan
PRPP-Klipang. Lumayan cepat jalannya, tapi nunggunya minta ampun lamanya.
Turun di depan PRPP, lagi-lagi aku
kayak orang hilang, nggak tahu musti jalan ke mana. Ke kanan salah, ke kiri
malah tambah salah. Apalagi udara panas di tengah kendaraan lalu lalang plus
aroma sungai yang jauh dari harum bikin konsentrasi terbelah. Tambahan lagi jalanan yang sempit tanpa
trotoar bikin aku harus ekstra hati-hati. Tubuhku terguncang dihempas debu
jalanan, begitu kata Ebiet G. Ade.
Untunglah aku temukan plang Puri
Maerokoco. Aku langsung ikuti arah, sampai di sebuah gerbang. Langsung menuju
tempat penjualan tiket. Harganya 7000 untuk hari biasa. Kalau hari libur, aku
agak lupa, 9000 kalau nggak salah.
Masuk ke Puri Maerokoco, terdapat
denah lokasi. Urutan anjungan sengaja dibuat berdasarkan peta Jawa Tengah yang
sebenarnya. Jadi misalkan kita ada di Kabupaten Semarang, sebelah baratnya
adalah Kabupaten Kendal, begitu seterusnya.
Setiap anjungan terdiri dari rumah
adat dan symbol dari masing-masing kabupaten. Aku masuk mulai dari anjungan
Kabupaten Wonogiri. Tak jauh dari situ ada anjungan Kabupaten Sragen dengan
replika manusia purba dan gajah purba Sangiran. Disusul anjungan Kota Solo dengan bangunan gaya keraton.
Memutar terus, ke anjungan
Kabupaten Boyolali dengan patung orang memerah susu sapi. Di utaranya ada
anjungan Kabupaten Purwodadi dengan replika Bledug Kuwu dan petani garam.
Kabupaten Jepara dengan patung Ibu Kartini, Kabupaten Kudus dengan replika
Masjid Menara Kudus, Kabupaten Demak yang terkenal sebagai penghasil belimbing dan seterusnya.
Yang sangat kusayangkan, tempat
ini sepi dari pengunjung. Mungkin karena bukan hari libur. Hanya beberapa anak
muda lalu lalang. Ada yang memegang
catatan. Kalau aku perhatikan, sepertinya mereka mahasiswa yang sedang kerjakan
tugas atau skripsi.
Beberapa rumah adat dimanfaatkan
sebagai warung kelontong atau kantor. Tapi ada juga yang menyimpan benda-benda
khas. Sayang, aku nggak sempat masuk, agak sungkan karena keadaan sepi banget.
Aku sempat heran dengan anjungan
Kabupaten Temanggung, bangunannya rusak tinggal kerangka. Belakangan aku cari tahu dari om google, anjungan ini terbakar beberapa bulan lalu. Aduh…
Kuakhiri perjalananku di anjungan
Kabupaten Brebes, yang di depannya ada patung telur asin. Sebenarnya aku mau
segera pulang, tapi tiba-tiba rasa haus menyerangku. Panasnya kota Semarang
bikin aku dehidrasi akut. Air minum di tas tinggal sedikit lagi.
Akhirnya aku balik lagi ke
anjungan Kabupaten Pekalongan. Di depannya ada penjual jus. Aku beli Pop Ice
rasa leci dengan taburan chochochip dan sukade. 5000 harganya. Segarnya tiada terkira……
Aku kembali berjalan keluar. Tapi
kuputuskan duduk sejenak di anjungan kotaku, Kota Magelang sambil menghabiskan
minumanku. Kupandangi anjungan Kabupaten Temanggung tadi dengan heran, sudah berbulan-bulan kenapa masih
dibiarkan mangkrak?
Oke cukuplah perjalanan hari ini… aku keluar dari Puri
Maerokoco, naik bus ke Karangayu lalu lanjut ke Terboyo. Aku pun pulang ke Magelang dengan gembira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar