Wonogiri, Gunung Gandul
Pusat jamu Air Mancur
Dulu gersang, s’karang makmur
Berkat Waduk Gajahmungkur
Wonogiri, Gunung Gandul
Syair lagu di atas mengingatkan aku saat masih duduk
di bangku SD. Ya, lagu “dolanan” yang dinyanyikan dengan irama lagu Tanjung
Perak itu sering dinyanyikan saat latihan Pramuka. Ceritanya tentang daerah
Wonogiri, kabupaten di selatan Jawa Tengah. Tapi pengalamanku kali ini bukan
tentang lagu itu lho, tapi beneran tentang kunjunganku ke Wonogiri.
Bagaimana ceritaku bisa sampai ke Wonogiri? Hari ini,
aku yang masih dalam masa penantian ujian harus ditinggal ortu pergi ke
Banjarnegara untuk acara gereja. Nah, daripada merasakan home alone (gak takut
sih sebenarnya, cuma kesepian aja), aku rencanakan solo travelling lagi.
Awalnya aku di antara dua pilihan (kayak judul
sinetron aja). Pilihan pertama naik KA Kalijaga jurusan Semarang-Solo lalu
jalan-jalan ke Solo. Intinya karena aku pengin naik kereta lewat Grobogan.
Pilihan kedua, naik KA Prameks jurusan Jogja-Solo, disambung Railbus Batara
Kresna ke Wonogiri. Ternyata, hatiku lebih kuat memilih yang kedua. Aku penasaran dengan moda transportasi baru yang diresmikan oleh Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, pada Maret 2015 ini. Railbus atau bus rel ini diaktifkan untuk mempermudah transportasi Solo-Wonogiri, sekaligus menghidupkan kembali jalur kereta api di daerah itu.
Seperti biasa, dari mbah google, aku ketahui alur
perjalanan yang harus kutempuh. Railbus Batara Kresna berangkat dari Stasiun
Purwosari, Solo jam 10.00. Jadi setidaknya aku harus naik KA Prameks dari
Stasiun Tugu, Jogja yang jam 07.35.
Pagi itu aku betul-betul sport jantung. Jam 6 pagi,
bus yang kutumpangi baru berangkat dari Magelang. Jam 07.05 baru sampai di
Terminal Jombor. Sempat terpikir buat naik taksi ke stasiun, tapi takut uangku
nggak cukup. Akhirnya dengan terpaksa naik bus Trans Jogja. Hampir tiap menit aku
lihat jam, andai saja bus ini bisa terbang… eh jangan ding… bisa-bisa bukannya
sampai ke Stasiun Tugu malah sampai ke Parangtritis.
Tepat jam 07.30 sampai di depan Stasiun Tugu, aku
buru-buru lari ke stasiun. Tapi dasar sial, begitu mau masuk gerbang, para
petugas menghentikan setiap orang yang mau masuk. Bukan karena ada razia, tapi
karena ada kereta barang lewat. Aku yang sudah lari-lari mau nggak mau harus
nunggu. Lebih dari 10 gerbong tuh kereta, jadi cukup menguji kesabaran. Dan
yang aku takutkan sejak tadi terjadi di depan mata. KA Prameks yang kuharapkan
sudah melaju kencang di rel sebelah sana!
Tapi bukan Robert namanya, kalau nggak nekat cari
alternatif lain. Dengan pedenya aku menuju ke loket. Biar deh, kalau nggak ada
kereta ke Solo, kereta jurusan Madiun atau Surabaya juga boleh , asal nggak
terlalu mahal. Uang, nanti bisa ambil di ATM kalau kurang, pikirku nakal. Aku
tanya ke petugas loket.
Aku : Mbak, kereta yang ke Solo ada jam berapa?
Petugas : Ada Joglo Ekspres jam 08.15 tapi beli
tiketnya bukan di sini mas, belinya di pintu selatan Jalan Pasar Kembang.
Aku : Kalau dari sini arahnya sebelah mana, mbak?
Petugas : Ini keluar sampai rel, belok kanan, lurus
lalu belok kanan lagi.
Aku : Oke, makasih mbak.
Aku keluar dari stasiun, berjalan ke tempat yang
ditunjukkan mbak tadi. Pas lewat rel, ups, tanpa diduga, di kejauhan ada kereta
berjalan siap menerkam. Ekstrim banget, aku cepat-cepat lompat pagar pembatas
keluar stasiun. Ya, biarpun ada humor yang mengatakan ketabrak kereta itu nggak
terasa sakit, tapi jangan coba-coba lah ya.
Berjalan terus lewat Jalan Pasar Kembang, daerah yang
sering dicap negatif sebagai tempat “begituan”. Tapi toh, nyatanya aku lewat
dengan mulus, nggak ada gangguan sedikit pun, sampai ke pintu selatan stasiun.
Ternyata sejak 7 Juli 2015, penjualan tiket kereta lokal pindah ke pintu selatan ini.
Sesudah beli tiket seharga Rp. 20.000 aku langsung ke tempat pemeriksaan tiket, lalu naik ke kereta. Dari nomor tiketnya sih gerbong 1 kursi 15 A. Aku sempat bingung cari tempat itu, sampai harus tanya ke petugas. Eh, tapi dasar norak, aku nggak bisa bedain gerbong depan belakang. Alhasil, bapak petugas itu musti 3 kali jelasin. Maaf ya pak.
Dan kereta berangkat. Jes.. jes.. jes… bukan jug gijag
gijug, soalnya ini kereta pagi…wkwkwkwk. Agak lama, aku mulai pusing. Ternyata
kalau naik kereta itu lebih enak hadap depan daripada hadap belakang.
Untungnya, nggak lama, jam 09.10 kereta udah sampai di Stasiun Purwosari.
Begitu turun, aku ke toilet dulu. Gratis lho toilet di
sini, nggak usah bayar. Habis itu, cari loket tiket KA Perintis alias Railbus
Batara Kresna. Cukup Rp. 4.000 buat satu orang, betul-betul murah meriah. Tapi
eit.. aku baca tiketku kok “tanpa tempat duduk”, berarti aku musti berdiri
nanti?
Masih tunggu sekitar 40 menit, aku keliling keliling
dulu di stasiun. Ada seorang ibu, pemilik warung makan, menyapaku dengan
keramahan khas Solo. “Monggo mas, mampir dulu, mau makan soto ayam atau pecel?
Minumnya ada kopi, teh, es buah.”. Kelemahlembutan sang ibu membuatku tergoda
(bahasanya bro..). Aku putuskan mampir, tapi karena sudah makan nasi di rumah,
aku cuma pesan segelas kopi dan mencomot dua potong tahu goreng.
Setelah membayar (ya iyalah, kan beli bukan dikasih!),
aku kembali ke peron stasiun. Dan Railbus Batara Kresna pun datanglah. Wow,
bagus banget keretanya. Kereta ini cuma terdiri dari 4 gerbong. Jadi kupikir
wajar lah, kalau pas ramai kita nggak dapat tempat duduk. Karena tiketku tadi
juga tertulis tanpa tempat duduk, aku sengaja duduk di peron dulu, nanti kalau
udah kurang 5 menit baru naik.
Tapi perkiraanku rupanya salah besar. Begitu masuk ke
sebuah gerbong, kondisinya betul-betul sepi. Petugasnya malah mempersilahkanku
duduk di “tempat terhormat”, alias bangku yang menghadap ke depan, biar enak,
gitu katanya. Dan beberapa penumpang naik. Akhirnya, sampai berangkat, gerbong
yang kutempati cuma berisi 8 orang : aku sendiri, seorang cowok, seorang cewek,
tiga ibu dan dua anak kecil.
Aku sempat mengobrol dengan salah satu ibu. Hari itu
dia bermaksud mengajak cucunya naik kereta bersama beberapa saudara. Berangkat
dari Sukoharjo, sampai di Solo, habis itu balik lagi ke Sukoharjo. Ternyata
nggak sedikit warga yang menggunakan transportasi ini untuk sekedar jalan-jalan
PP alias pulang pergi, apalagi dengan adanya railbus ini jalur KA Solo-Wonogiri
diaktifkan lagi sesudah absen beberapa tahun. Railbus ini kadang melewati jalan yang ramai,
salah satunya Jalan Slamet Riyadi. Jadi nggak melulu kita lihat pemandangan
desa atau hutan. Karena lewat dekat jalan raya, nggak heran kalau kecepatannya cuma sekitar 10-30 km per jam. Kadang-kadang agak ekstrim juga, ada
rumah-rumah tepat di pinggir lintasan kereta, atau lewat jembatan layang di
atas kota.
Railbus 3 kali berhenti buat naik turun penumpang :
Stasiun Solo Kota, Stasiun Sukoharjo dan Stasiun Pasarnguter. Barulah kemudian
perhentian terakhir di Stasiun Wonogiri. Sepanjang perjalanan, nggak banyak
penumpang naik. Kebanyakan orang tua yang ingin mengajak jalan-jalan anaknya. Jadi
suasana kereta diramaikan oleh keusilan anak-anak… hahaha.. Anak-anak tuh
kadang suka manjat pegangan di kereta, atau lari-larian di dalam gerbong.
Untungnya, saat itu cuma ada dua anak di dekatku, jadi aku nggak merasa
terganggu.
Sampai di Wonogiri tepat jam 11.45. Baru aja turun,
aku langsung buru-buru beli tiket lagi. Tapi karena masih setengah jam, aku
cari makan siang dulu. Pilihanku jatuh pada warung makan di seberang stasiun,
aku pesan nasi pecel dengan telur ceplok. Pecelnya lumayan bikin aku
terengah-engah karena puedes, tapi aku udah pesan penawarnya : es teh.
Oh ya, Stasiun Wonogiri ini bukan hanya melayani tiket KA Batara Kresna saja lho. Bisa juga pesan tiket KA lain
yang ada di Stasiun Solo. Di sebelah barat stasiun ada terminal bus kecil, yang
kata orang Jawa disebut bus engkel. Di sebelah utara adalah Pasar Wonogiri.
Sayangnya, aku nggak bisa jelajah lebih jauh, tinggal 15 menit, bisa-bisa ketinggalan.
Kalau ketinggalan, pulangnya gimana ya?
Aku naik lagi ke railbus. Gak pake lama, railbus jalan
lagi. Kembali penumpangnya kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak. Tapi kali ini
minta ampun deh. Anak-anaknya rame banget, lari kesana kemari. Eh, ibu-ibunya
malah pada ngerumpi. Mantabs ributnya. Biar aku nggak dipusingkan sama suara
mereka, aku pasang earphone dengerin lagu. Dan biar lebih sesuai sama suasana
kota Solo, aku sengaja putar lagu campursari. Alhasil, di kupingku, suara Didi
Kempot bersahut-sahutan dengan suara ibu dan anak itu. Hihihi…
Tiba di stasiun Purwosari lagi! Terima kasih Railbus
Batara Kresna! Jam 2 siang sekarang. Artinya aku cuma punya waktu 7 menit lagi
buat naik KA Prameks ke Jogja. Aku segera ke toilet dan beli tiket seharga Rp.
8.000. Dan, seperti tadi di tiketku tertulis “tanpa tempat duduk”. Tapi pas aku
naik ke kereta, toh tetap ada tempat duduk kosong. Kalau bisa duduk, ngapain
berdiri? Keretanya sih nggak sebagus Joglo Ekspres, apalagi Batara Kresna, tapi
lumayan enak juga kok.
Sekitar jam 15.15, aku sudah menjejak Stasiun Tugu
lagi. Sebenarnya udah waktunya pulang. Tapi belum puas, aku pengin jalan-jalan
di Malioboro dulu. Buatku, kota Jogja memang sangat berkharisma, biarpun udah
ratusan kali aku ke sini, tapi nggak pernah bosen. Ya, biarpun sore itu perlu
bersabar dengan antrean kendaraan pulang kerja yang bikin aku susah nyeberang.
Beberapa tukang ojek menawarkan jasa, tapi aku tolak karena Malioboro nggak
jauh lagi.
Di Malioboro,ya, sekedar JJS (jalan-jalan sore) aja,
nggak beli apa-apa tapi udah puas. Tak jarang ketemu rombongan bule yang lalu
lalang dari Malioboro sampai titik nol. Bahkan, sampai menyeberang ke Bank
Indonesia pun bareng dengan serombongan keluarga bule. Aku tetap jalan aja,
tanpa sempat menyapa “Hello mister”.
Barulah perjalanan hari ini kuakhiri di depan Taman
Pintar. Aku segera mendekati halte Trans Jogja, untuk kemudian pulang ke
Magelang via Terminal Jombor. Sampai jumpa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar