Dalam kegelapan malam aku memasuki sebuah halaman luas dengan rumah-rumah bergaya Osing. Inilah rumah singgah yang akan kutempati untuk mandi dan tidur. Pengalaman ini jelas baru untukku, karena biasanya aku memilih hostel atau hotel buat bermalam kalau travelling.
Sepi sekali, seorangpun tidak ada. Sampai seorang cowok datang dan masuk ke salah satu rumah. Dari penampilannya, jelas dia adalah tamu bukan pemilik. Terpaksa aku menghubungi lagi Mas Rahmat, pemilik tempat ini. Dia memberiku nomor kontak Mas Beni, penjaga tempat itu.
Belum sempat aku menelepon Mas Beni, tiba-tiba datang seorang bapak memboncengkan seorang cewek. Saat aku mendekat, si bapak berkata "Robert ya? Silahkan masuk aja, nggak dikunci." Ia menunjuk salah satu bangunan. Selanjutnya ia menunjukkan cewek tadi sebuah bangunan lain dan menyuruh cowok yang tadi masuk untuk pindah sekamar denganku.
Aku masuk dan meletakkan tas-tasku. Ruang ini biasa saja, hanya ada beberapa kasur yang bisa kita atur sendiri. Berdinding bata dan berlantai tanah. Sebuah AC terpasang di dinding, tapi kurasa tidak terlalu kuperlukan karena udara sudah cukup sejuk. Di samping kamar ada kamar mandi tak beratap, tapi bertembok tinggi, jadi nggak bakal bisa ngintip (lagian siapa juga yang mau ngintip). Ada juga kamar mandi di luar kamar yang biasa dipakai penjaga.
Sebentar kemudian, aku keluar lagi. Aku menemui bapak-bapak tadi. Tanpa memperkenalkan diri, dia menyalamiku. Lalu aku menyerahkan sebuah bungkusan yang sengaja kubawa dari Magelang. Isinya wingko, abon, dan kerupuk tahu. "Ini ada sedikit oleh-oleh dari Magelang mas" kataku. "Maturnuwun nggih mas" sahutnya. Hmmm.. baru tahu aku, biarpun orang Banyuwangi berbahasa Jawa Osing kayak di lagunya Via Valen atau Nella Kharisma, tapi mereka tetap paham bahasa Jawa halus ala Jawa Tengah.
Kembali ke kamar, aku ajak bicara teman sekamarku. Namanya Aldi, berasal dari Jogja. Dia juga solo traveler sepertiku. Sudah 2 hari dia di Banyuwangi, dan sudah mengunjungi hutan De Djawatan dan Taman Nasional Baluran. Sebenarnya dia berencana ke Kawah Ijen, tapi saat ini pendakian Ijen lagi ditutup karena kondisi tidak aman. Aldi juga mengatakan bahwa dia sudah pernah menginap di Rumah Singgah ini. Setiap kali liburan ke Bali, pasti pulangnya mampir ke sini.
Memang tak salah jika traveler seperti kami merekomendasikan Rumah Singgah ini. Gratis, atau kalau mau bayar seikhlasnya aja. Konon berdirinya tempat ini berawal dari pengalaman pribadi Mas Rahmat. Dulu ia juga suka backpackeran dan mendaki gunung ke banyak tempat. Sebagaimana hakikat backpacker : pengeluaran sekecil mungkin, Mas Rahmat berusaha mencari penginapan seadanya tiap kali pergi. Numpang tidur di rumah teman bahkan di pom bensin pernah dijalani. Dari pergaulannya dengan sesama backpacker, ia pun sering menerima mereka singgah di rumahnya. Akhirnya ia terinspirasi membuat Rumah Singgah ini. Siapa saja boleh menumpang gratis asalkan bersikap sopan dan so pasti reservasi lebih dulu.
Terus, dananya dari mana? Tak kehabisan akal, Mas Rahmat membuka hostel berbayar dan rental motor di seberang Stasiun Banyuwangi. Yes, angkutan ke tempat-tempat wisata memang agak sulit, jadi sewa motor adalah solusi terbaik untuk Aldi dan traveler atau backpacker lainnya. Aku sendiri karena nggak mahir naik motor, ya pasrah aja deh. Oh ya, kadang-kadang Mas Rahmat juga menyediakan open trip ke Kawah Ijen. Untuk info Rumah Singgah dan Rental Motor bisa lihat di IG : rumahsinggahbwi atau FB : Meyhesa Rachmad.
Sayangnya, selama 2 hari di sana aku tidak sempat ngobrol lebih lanjut dengan Mas Rahmat. Mungkin dia sibuk, mungkin juga karena aku pergi dari pagi sampai malam. Yang jelas, bagiku tempat ini sangat homey dan friendly.
Kembali ke aku. Malam itu sebelum tidur aku mandi dulu. Kamar mandinya sederhana, belum dikeramik, dilengkapi toilet. Bedanya kalau kamar mandi yang di samping kiri masih pakai ember. Kamar mandi yang di samping kanan ada pancuran tapi saat kucoba airnya nggak keluar. Ya terpaksa pakai selang air! But it's no problem. Namanya juga backpaker.
Setelah air sejuk Banyuwangi membersihkan tubuhku, aku bersiap tidur. Setelah main HP sebentar dan tak lupa berdoa, kuselubungi diriku dengan sarung. Aldi mematikan lampu dan kami segera terlelap di kasur masing-masing.
Tak terasa, hari beranjak pagi. Biarpun tidur beralas kasur tanpa bantal, cukup hilangkan letihku. Aku coba melihat keluar. Dan... kehangatan matahari pagi menyambutku. Suasana mirip di pedesaan. Kulihat material bangunan di pojokan. Mungkin di sini akan ditambah bangunan baru lagi. Kubayangkan kalau aku ke sini bareng teman-teman pasti kami bakal malas pulang.
Ini foto-foto Rumah Singgah itu, sayang aku lupa foto bagian dalamnya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar