Selasa, 18 November 2025

Pangku - Review Film

 


Setelah nonton film Sore : Istri Dari Masa Depan, tiba-tiba saja aku ingin nonton film di bioskop lagi (bilang aja ketagihan). Eh, tunggu dulu. Aku nggak mau nonton sembarang film. Malas banget nonton film horor yang temanya diulang-ulang atau film cinta-cintaan nggak jelas. Aku ingin film yang filosofis.

Kebetulan hari itu, 11 November, aku ada waktu luang. Aku putuskan buat nonton film. Karena pilihan di Platinum Cineplex Magelang cuma dikit, akhirnya kupilih film Pangku. (emang judulnya gitu, bukan berarti nontonnya sambil dipangku emak, kan udah gede...) 

So, masuklah aku ke studio. Dan inilah hasil pengamatanku terhadap film Pangku : 

Alkisah, ada seorang perempuan muda bernama Sartika (Claresta Taufan)  yang sedang hamil 8 bulan. Ia pergi merantau sendirian untuk mencari kerja. Berawal dari menumpang truk, sampailah Sartika ke sebuah desa di pantai utara Jawa. Daerah ini adalah daerah pinggiran yang miskin, namun sering dilewati oleh truk pengangkut antar kota. Sebagai sarana hiburan untuk para sopir truk yang mampir, di sini terdapat tempat prostitusi, karaoke, dan warung kopi. 

Setelah melangkah tanpa tujuan, Sartika mampir ke warung kopi milik Bu Maya (Christine Hakim). Saat ditanya oleh Bu Maya, Sartika mengatakan ingin mencari kerja apa saja. Akhirnya Sartika ikut ke rumah Bu Maya. Bu Maya sangat miskin. Ia tidak memiliki anak dan  hanya tinggal berdua dengan suaminya, Pak Jaya (Jose Rizal Manua). Di sini Sartika mulai membantu pekerjaan mereka, seperti mencuci dan merapikan rumah.

Tibalah waktu bagi Sartika melahirkan anaknya, dengan hanya ditolong oleh Bu Maya. Meski kondisi serba terbatas, anak yang diberi nama Bayu itu tumbuh sehat. Untuk memenuhi kebutuhan anaknya, Sartika membantu Pak Jaya bekerja sebagai buruh tani.

Tak tega melihat Sartika harus bekerja berat, Bu Maya menawarkan pekerjaan lain untuknya. Kebetulan saat itu warung Bu Maya sepi karena kalah bersaing dengan warung lain yang memiliki jasa kopi pangku. Kopi pangku adalah tradisi dimana seorang wanita akan membuatkan kopi untuk pelanggannya, kemudian ia akan duduk di pangkuan si pelanggan yang sedang menikmati kopi sambil memijat. Awalnya Sartika ragu untuk menjadi kopi pangku  karena mengarah pada tindakan prostitusi. Namun demi Bayu, ia terpaksa menerima

Sejak kehadiran Sartika, warung Bu Maya kembali ramai. Bahkan datang pula beberapa wanita lain untuk pekerjaan yang sama. Lambat laun, Sartika pun menikmati pekerjaan itu. Dengan penghasilan yang lumayan pula, Pak Jaya bisa memiliki modal untuk berjualan mie ayam. Bu Maya dan Pak Jaya sudah menganggap Sartika dan Bayu seperti anak dan cucu mereka. 

Beberapa tahun berlalu, Sartika tetap menjadi kopi pangku karena tak ada pilihan lain. Terkadang ia harus mencuri-curi waktu untuk menidurkan Bayu. Bayu sendiri harus dibesarkan dalam kondisi seperti itu. 

Tak jauh dari desa tersebut adalah pesisir pantai dimana nelayan beraktivitas. Banyak orang datang melakukan jual beli dan pelelangan ikan. Di situ ada seorang sopir pengangkut ikan bernama Hadi (Fedi Nuril), didampingi dua orang kuli angkut bernama Asep (Muhammad Khan) dan Gilang (Devano Danendra). 

Suatu hari, Asep mengajak Hadi mampir ke warung Bu Maya. Di sini Sartika dengan senang hati duduk di pangkuan Asep, hingga akhirnya Sartika masuk untuk menidurkan Bayu. Melihat semua itu, Hadi menjadi kasihan pada Sartika karena harus mengurus anak sambil bekerja. 

Maka mulailah Hadi mendekati Sartika. Mulai dengan menghadiahkan ikan yang tidak terjual di pelelangan, hingga akhirnya mereka pergi jalan-jalan bareng. Bayu pun merasa cocok dengan Hadi.

Hadi juga menolong Gilang, teman kerjanya, yang diintimidasi oleh bosnya, sehingga Gilang mendapat pekerjaan sebagai juru parkir di sekitar warung Bu Maya. Sejak itu pula Gilang menjadi teman main Bayu. 

Masalah muncul ketika Bayu (Shakeel Fauzi)  sudah waktunya masuk sekolah. Ia tidak bisa mendaftar karena tidak ada identitas bapaknya. Di saat yang sama, kedekatan Hadi dengan Sartika makin erat. Hadi mengatakan bahwa ia menginginkan anak dan Sartika membutuhkan suami. Hadi siap menolong Sartika untuk berjualan mie ayam. Maka akhirnya keduanya menikah. Sartika dan Bayu pindah dari rumah Bu Maya ke rumah Hadi. Bayu pun bisa bersekolah karena Hadi telah menjadi bapaknya secara resmi.

Hari-hari sebagai pengantin baru dijalani Sartika dan Hadi dengan harmonis. Bayu yang menyukai layang-layang, belajar membuat sendiri dan menjualnya pada teman-teman sekolahnya. Kehidupan mereka cukup bahagia. Hadi memenuhi janjinya membuatkan gerobak untuk nantinya Sartika berjualan mie ayam. Namun karena masih kekurangan modal, Sartika belum bisa memulai usahanya. 

Suatu hari, Hadi pergi cukup lama untuk urusan pekerjaan. Sementara itu Sartika  hamil. Ia merasa galau karena suaminya tak kunjung pulang. Lewat petunjuk dari Gilang, Sartika berusaha mencari Hadi di tempat kerjanya. Alangkah terkejutnya saat ia mengetahui bahwa Hadi sebenarnya telah memiliki istri bernama Anisa (Happy Salma). 

Sartika merasa dikhianati oleh Hadi. Apalagi ketika akhirnya Anisa datang ke rumahnya dan membongkar fakta bahwa selama ini Hadi telah menyalahgunakan kiriman uang dari Anisa yang bertahun-tahun bekerja sebagai TKW di Arab Saudi. 

Tanpa disuruh, Sartika segera mengemasi barang-barangnya. Ia bersama Bayu pergi meninggalkan Hadi. Terpaksa mereka kembali ke rumah Bu Maya, dan Sartika kembali bekerja sebagai kopi pangku. Sampai akhirnya Sartika melahirkan anak keduanya yang diberi nama Sekar.

Bertahun-tahun kemudian, Bayu telah dewasa dan berjualan mie ayam keliling. Sementara Sekar masih bersekolah.  Cerita berakhir saat Sartika menemukan surat dan uang sebagai kejutan ulang tahun dari kedua anaknya. Bayu dan Sekar bangga memiliki Sartika sebagai ibu yang berjuang tanpa lelah demi anak-anaknya. 


Karena menceritakan tentang kehidupan "wanita penghibur" , tak heran jika film ini memiliki label 17+ . Menurutku perilaku Sartika sebagai kopi pangku di sini tidak ditunjukkan secara eksplisit (mungkin agar tidak dicekal). Lebih sebagai wanita yang menemani pelanggan, bukan yang mengarah ke seksualitas, meski ada juga adegan Sartika dan Hadi bermesraan di tempat karaoke. 

Dengan setting pesisir utara Jawa yang terpencil, tampilan para tokohnya pun seperti orang pinggiran pada umumnya. Pakaian mereka seadanya, kehidupan mereka terkesan kurang bersih.

Akting para pemainnya pun jempolan, mampu menampilkan kepolosan. Setidaknya ada 3 pemain yang layak jadi sorotan. Pertama, Christine Hakim. Tentunya artis senior ini sudah tidak diragukan lagi. Berbagai karakter, termasuk tokoh Bu Maya di film ini ditampilkan dengan sempurna. Kedua, Fedi Nuril. Bisa dibilang aktor ini punya faktor X. Dari luar sering terlihat kalem tapi bisa menjiwai beragam karakter. Siapa sangka, Hadi yang dari luar terlihat baik ternyata aslinya jahat? Dan ketiga, Devano Danendra. Putra dari Iis Dahlia ini di dunia nyata terlihat glamour tapi di film ini bisa menjelma jadi orang pinggiran. Biarpun bukan tokoh utama, setidaknya karakter Gilang menunjukkan bahwa Devano bisa berakting dengan oke.

Oh ya, jika Reza Rahadian biasanya kita kenal sebagai aktor,  di film Pangku ini untuk pertama kalinya dia main di balik layar sebagai sutradara sekaligus penulis skenario. Wow!

Kekurangan dari film ini? Dari segi cerita sebenarnya tidak masalah. Hanya saja ada bagian yang kurang pas. Terlalu cepat bagi Sartika menerima Hadi sebagai suaminya. Selain itu, bagaimana mereka menikah tidak diceritakan, tahu-tahu Sartika sudah memasang foto pernikahan mereka di rumah Hadi. Bagian lain yang menurutku penting juga untuk diceritakan tapi tidak ada dalam film adalah bagaimana dan dengan siapa Sartika hamil Bayu (di awal cerita). Jadi terserah imajinasi penonton saja.  Sementara karakter paling unik di film ini adalah Pak Jaya. Nyaris tak ada dialog yang diucapkan.  

Yang pasti, secara keseluruhan, film ini ingin menggabungkan antara sisi kelam kehidupan masyarakat dengan masalah feminisme. Dimana seorang wanita bekerja  keras demi kehidupan anaknya hingga rela mengesampingkan harga dirinya sendiri. Jadi yang ditekankan di sini bukan soal seksualitas tapi soal perjuangan hidup. Sartika adalah sosok ibu yang bertanggung jawab terhadap anaknya. Meski hidup serba sulit, tak terpikir baginya untuk menelantarkan anaknya atau menitipkan di panti asuhan.

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari film Pangku ini : 

- Hidup penuh dengan perjuangan, tapi hati-hatilah dalam melihat peluang.

- Jangan mudah percaya dengan orang lain meskipun dia terlihat baik.

- Bersyukurlah atas apa yang kita miliki sekarang, karena banyak orang di luar sana yang hidupnya kurang beruntung.

- Hargailah perjuangan orang tua kita yang telah membesarkan kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar