Kamis, 18 Juni 2015

Solo Travelling (2) : Puri Maerokoco


Aku pernah baca di sebuah majalah tentang Puri Maerokoco, letaknya dekat PRPP, kawasan Puri Anjasmoro, Semarang. Kabarnya di sini adalah “Taman Mini” nya Jawa Tengah.
Kamis, 30 April 2015 sepulang dari kampus di Salatiga, aku berangkat ke Semarang. Sebenarnya tujuanku kali ini adalah Pantai Marina Semarang, tapi karena aku sampai di Semarang sudah kesorean, juga masih perlu jalan kaki lagi, aku ubah haluan aja ke Puri Maerokoco.
Naik bus Salatiga-Semarang, turun di Tugu Muda, lanjut angkot ke Karangayu. Nah, di sini aku sempat bingung mau ngalor atau ngidul. Tanya sana sini, akhirnya aku naik bus jurusan PRPP-Klipang. Lumayan cepat jalannya, tapi nunggunya minta ampun lamanya.

Turun di depan PRPP, lagi-lagi aku kayak orang hilang, nggak tahu musti jalan ke mana. Ke kanan salah, ke kiri malah tambah salah. Apalagi udara panas di tengah kendaraan lalu lalang plus aroma sungai yang jauh dari harum bikin konsentrasi terbelah.  Tambahan lagi jalanan yang sempit tanpa trotoar bikin aku harus ekstra hati-hati. Tubuhku terguncang dihempas debu jalanan, begitu kata Ebiet G. Ade. 
Untunglah aku temukan plang Puri Maerokoco. Aku langsung ikuti arah, sampai di sebuah gerbang. Langsung menuju tempat penjualan tiket. Harganya 7000 untuk hari biasa. Kalau hari libur, aku agak lupa, 9000 kalau nggak salah.
Masuk ke Puri Maerokoco, terdapat denah lokasi. Urutan anjungan sengaja dibuat berdasarkan peta Jawa Tengah yang sebenarnya. Jadi misalkan kita ada di Kabupaten Semarang, sebelah baratnya adalah Kabupaten Kendal, begitu seterusnya.


Setiap anjungan terdiri dari rumah adat dan symbol dari masing-masing kabupaten. Aku masuk mulai dari anjungan Kabupaten Wonogiri. Tak jauh dari situ ada anjungan Kabupaten Sragen dengan replika manusia purba dan gajah purba Sangiran. Disusul anjungan Kota Solo dengan bangunan gaya keraton.




Memutar terus, ke anjungan Kabupaten Boyolali dengan patung orang memerah susu sapi. Di utaranya ada anjungan Kabupaten Purwodadi dengan replika Bledug Kuwu dan petani garam. Kabupaten Jepara dengan patung Ibu Kartini, Kabupaten Kudus dengan replika Masjid Menara Kudus, Kabupaten Demak yang terkenal sebagai penghasil belimbing dan seterusnya.




Yang sangat kusayangkan, tempat ini sepi dari pengunjung. Mungkin karena bukan hari libur. Hanya beberapa anak muda lalu lalang.  Ada yang memegang catatan. Kalau aku perhatikan, sepertinya mereka mahasiswa yang sedang kerjakan tugas atau skripsi.
Beberapa rumah adat dimanfaatkan sebagai warung kelontong atau kantor. Tapi ada juga yang menyimpan benda-benda khas. Sayang, aku nggak sempat masuk, agak sungkan karena keadaan sepi banget.
Aku sempat heran dengan anjungan Kabupaten Temanggung, bangunannya rusak tinggal kerangka. Belakangan aku cari tahu dari om google, anjungan ini terbakar beberapa bulan lalu. Aduh…




Kuakhiri perjalananku di anjungan Kabupaten Brebes, yang di depannya ada patung telur asin. Sebenarnya aku mau segera pulang, tapi tiba-tiba rasa haus menyerangku. Panasnya kota Semarang bikin aku dehidrasi akut. Air minum di tas tinggal sedikit lagi.
Akhirnya aku balik lagi ke anjungan Kabupaten Pekalongan. Di depannya ada penjual jus. Aku beli Pop Ice rasa leci dengan taburan chochochip dan sukade. 5000 harganya. Segarnya tiada terkira……



Aku kembali berjalan keluar. Tapi kuputuskan duduk sejenak di anjungan kotaku, Kota Magelang sambil menghabiskan minumanku. Kupandangi anjungan Kabupaten Temanggung tadi dengan heran, sudah berbulan-bulan kenapa masih dibiarkan mangkrak?
Oke cukuplah perjalanan hari ini… aku keluar dari Puri Maerokoco, naik bus ke Karangayu lalu lanjut ke Terboyo. Aku pun pulang ke Magelang dengan gembira. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar