Jumat, 05 Juli 2019

My Third Backpacker (Part 1) : Sluke, Tujuan yang Tak Terduga


Sungguh perjalanan kali ini penuh kejutan. Aku pernah kepikiran mengunjungi Rembang dan Lasem, tapi tak pernah sekalipun terbersit untuk mengunjungi Sluke. Biarpun sering buka peta, aku sama sekali nggak ngeh dengan daerah ini. Sluke hanyalah sebuah kecamatan di sebelah timur Rembang, beberapa kilometer sebelum perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur.

Lalu kenapa aku bisa ke sana? Nyasar? Gak mungkinlah! Traveler kok nyasar. Begini ceritanya

Tujuan awalku sebenarnya adalah Tuban. Rencanaku jalan-jalan sekalian mengunjungi seorang teman di Kerek, Kabupaten Tuban. Nah, sebagai backpacker berkantong tipis, aku berusaha menekan biaya sekecil mungkin, baik transportasi maupun penginapan. Kalau perlu nggak usah bayar (mimpi). 

Penginapan memang cuma buat numpang tidur, tapi jelas aku nggak mau cari yang abal-abal. Dan seperti biasa, Traveloka siap membantu. Tapi…. oh sayang… (nggak pakai cinta), tarif hotel di Tuban termurah adalah Rp. 150.000. Kalau 2 malam menginap, berarti Rp. 300.000 harus kukeluarkan. Tidak!

Bukan Robert namaku kalau menyerah begitu aja. Saat menginap di Tuban nggak bisa, coba kota di sekitarnya, yang penting tetap bisa jalan-jalan ke Tuban. Bojonegoro, Lamongan, Babat, Blora, coba kucari dan hasilnya… setali tiga uang alias sami mawon. Malahan seperti kata iklan, yang lebih mahal banyak.

Harapan terakhir sekarang adalah Rembang. Di pusat kota Rembang harganya masih sama, begitu juga daerah Lasem. Hah… tapi aku nggak menyerah, dengan semangat masih berkobar aku klik Kabupaten Rembang. Daaaan akhirnyaaa… ketemulah Penginapan Kurnia di Sluke. Tarifnya cuma Rp. 95.000 per malam. Segera aku mencari tahu dimana itu Sluke, ternyata ada di tepi jalur Pantura juga. Berarti masih mungkinlah buat jalan ke Tuban. Oke, deal!

Sudah pasti aku harus ke Semarang dulu, dan naik bus jurusan Surabaya. Ada beberapa bus untuk rute itu, baik patas maupun ekonomi. Untuk berangkat ini, aku naik bus patas Indonesia. Sebenarnya mau patas atau ekonomi sama aja sih, ada ACnya, dan bakal berhenti di beberapa tempat. Cuma bentuk bus dan tarif aja yang beda. Yang patas nggak bakal ada yang berdiri dan so pasti lebih mahal

Pemandangan jalan raya Pantura, Sluke



Setelah menempuh perjalanan selama 4 jam, sampailah aku di Sluke. Tadinya aku berencana sore ini mau lihat sunset di Pantai Sluke. Tapi… gara-gara bus sempat ngetem lama, ditambah macet di Pati, aku baru sampai jam 17.30. Jadi harus kutunda, ngapain ke pantai gelap-gelapan. 

Penginapan Kurnia (namanya pas dengan nama belakangku nih) ini letaknya tepat di pinggir jalan raya Pantura. Uniknya, selain penginapan, pemiliknya juga punya minimarket dengan nama sama di bagian depannya. Jadi kalau check in lewat kasir minimarket.

(Sayangnya karena HPku agak bermasalah, aku lupa memotret penginapannya, tapi anda-anda sekalian bisa lihat di Traveloka, search aja “Budget Room Penginapan Kurnia”, kalau nggak muncul berarti kamar lagi penuh atau ada yang salah dengan koneksi internet anda)

Mbak-mbak kasir membawaku ke sebuah kamar. Setelah aku ditinggal sendiri (ya iyalah, siapa juga yang minta ditemani), aku langsung mengagumi kamar ini. Tidak terlalu besar tapi fasilitasnya lumayan. Kamar mandi dalam, lemari pakaian, meja, kursi, kipas angin, air mineral, handuk, semua tersedia. Sayang tempat tidurnya cuma bantal dan kasur. (Ya maklum, harga segitu, bisa bangkrut penginapannya kalau lu minta spring bed pakai selimut tebal).

Segera aku menata barang-barang. Pakaian di lemari, makanan kecil dan perlengkapan lainnya di meja, handuk di kamar mandi. Khusus handuk, aku udah bawa sendiri. Kalau yang dipinjamkan, aku nggak mau pakai, soalnya pasti pernah dipakai orang lain yang belum tentu kulitnya sehat. Setelah selesai, aku mandi.

Eh, tapi kok terasa makin pengap aja ya? Bahkan setelah aku mandi pun rasanya masih gerah. Oh, ternyata kamar ini kurang ventilasinya. Memang terdapat relung di dinding tapi semuanya ditutup kaca. Dengan terpaksa, kubuka sedikit jendelanya. Mendingan kena udara malam daripada sesak nafas.   

Hari sudah gelap, nggak memungkinkan bagiku jalan kemana-mana. Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah pergi mencari makan (kayak burung pipit aja). Karena nggak selera makan nasi, bakso di seberang Pasar Sluke pun jadi alternatif pengisi perut. Begitu terhidang... weladalah... diriku  terbelalak dengan ukuran baksonya. Sedikit lebih besar dari bola tenis, plus beberapa bakso ukuran sedang dan irisan jeroan sapi. Tapi, setelah kurasakan, mmm… lumayan enak. Bakso tenisnya ternyata berisi telur rebus dibalut daging yang nggak terlalu tebal, pas banget dengan seleraku. Dalam hitungan menit, langsung tandas kunikmati. Cuma jeroannya nggak kumakan, soalnya memang nggak suka. Harga Rp. 17.000 wajar lah.

Sebelum tidur, aku sempatkan duduk di teras yang sekaligus berfungsi sebagai lobby. Cari angin sambil main internet. Ada beberapa orang bapak di situ, mengajakku ngobrol sedikit. Mereka berasal dari Cilacap, datang ke Rembang untuk project perusahaan perkapalan. Memang, sebagai daerah pesisir, Rembang terkenal dengan komoditas perikanan, kelautan, dan tambang batu kapur. Belum lagi industri lain yang sudah berkembang di jalur pantura. Sebuah PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) berdiri di sebelah barat Sluke, dengan sebuah semenanjung bernama Tanjung Bendo.  So, meskipun Sluke bukan daerah wisata yang terkenal, penginapan ini selalu ramai oleh para pengusaha dan karyawan yang sedang melakukan project khusus. Jadi merasa unik, aku satu-satunya traveler di sini. 

Hampir saja aku terlena oleh koneksi internet yang kayak kereta api. Tahu-tahu sudah jam 22.00. Aku harus tidur sekarang, karena besok harus pergi ke Tuban.


Bersambung ke Part 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar