Jumat, 22 April 2016

Dari Candi Sambisari Ke Candi Sari

Siapa yang menyangka, di tengah keramaian kota Jogja tersembunyi sebuah candi dengan taman yang sangat indah? Candi Sambisari namanya.
Dari arah Magelang, kita bisa lewat Ring Road Utara sampai pojok lalu belok kiri ke Jalan Raya Tajem. Agak mblusuk sih jalannya. Bila kau datang dari selatan (kata lagunya Shaggy Dog) atau dari arah Solo, ini lebih mudah. Setelah Akademi Angkatan Udara, kita bisa temukan Jalan Candi Sambisari di sebelah kanan lalu lurus aja asal jangan sampai nabrak….hehehe…
Candi ini letaknya agak di bawah, jadi buat yang lewat dari kejauhan mungkin heran “Lho, mana candinya?” Yes, kita harus menuruni anak tangga untuk sampai ke depannya. Bagaikan bangunan di lembah dikelilingi padang rumput hijau. Sesekali deru pesawat terbang dari Bandara Adisucipto akan memecah kesunyian. Keadaan yang sungguh mempesona. 

Candi Sambisari, letaknya di bawah
Bersama David, aku menikmatinya. Suasana siang itu lumayan ramai oleh serombongan pengunjung, cewek-cewek bersama seorang fotografer, yang kata David “kayak pemilihan Miss Universe”… lumayan buat cuci mata…hehehe…. Tapi nggak menyurutkan niat kami buat narsis-narsisan. Dan kok ya ndilalah, spot mana pun kami berfoto, semua sama bagusnya.

Bergaya di bawah pohon yang unik
Ada saluran air di sebelah kanan candi. Fungsinya sebagai saluran pembuangan air hujan agar candi tidak tergenang. Unik sekali, mirip kolam putri raja. Tangga buat ke bawah juga ada. Biarpun begitu, kami nggak mungkin turun, karena di sini ada rombongan makhluk penghisap darah, yaitu lintah. Siap-siap kena anemia kalau berani turun…eh….


Saluran pembuangan air hujan
Kami turun ke pelataran candi, dan wow… bukan cuma satu candi tapi empat. Satu candi utama dikelilingi tiga candi perwara yang sayang sekali bentuknya tidak utuh. Tambah lagi batu lingga dan yoni yang ikut melengkapi suasana. Nggak kalah sama situs Stonehenge di Inggris!

Tangga yang indah
Gerbang masuk pelataran

Situs bersejarah!

Batu yang belum disusun
Batu-batu candi yang belum disusun masih tersebar di sekitar pelataran. Ya, untuk merekonstruksi candi memang tidak mudah, perlu ketelitian untuk mengetahui susunan asli batu-batuan itu. Apalagi nggak jarang ada batu-batu yang hilang. Menurut buku yang pernah kubaca, biasanya penyusunan dilihat dari arah robohnya batuan. Kalau batunya ditemukan sebelah barat, itu artinya batu itu adalah bagian dinding sebelah barat.

Candi utama
Di depan candi utama
Relief yang cantik
Pahatannya halus
Salah satu candi perwara
Candi perwara yang tidak utuh beserta lingga di depannya

Eh, ada pesawat lewat

Relief candi menggambarkan ukiran-ukiran cantik. Di bagian dinding luar terdapat relung berisi arca Durga, Agastya dan Ganesha, dewa-dewa dalam agama Hindu Syiwa. Konon, candi Sambisari ini dibangun sekitar abad ke-9 oleh Wangsa Syailendra, dinasti penguasa kerajaan Mataram Kuno. Pada abad ke-10, terjadi bencana dahsyat Gunung Merapi yang mengubur peradaban tersebut. Sampai akhirnya tahun 1966, waktu warga sekitar menggarap lahan mereka menemukan batuan yang mengandung unsur candi. Melalui usaha Dinas Purbakala, Candi Sambisari pun berhasil ditemukan dan dipugar kembali.
Sesudah puas, kami lanjutkan perjalanan ke sebelah timur kota Jogja. Yeah, sebagai eks wilayah Kerajaan Mataram Kuno, Kalasan penuh dengan peninggalan sejarah, terutama candi. Bisa dibilang, Kalasan adalah “gerbang” dari Prambanan, karena selepas dari kota Yogyakarta, kita akan lewat Kalasan dulu baru sampai di Prambanan. Selain Candi Sambisari, masih ada Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Kedulan dan Candi Kadisoka. Dua candi yang kusebut terakhir baru ditemukan beberapa tahun yang lalu dan sekarang sedang proses rekonstruksi. Apakah masih ada candi lain yang belum ditemukan? Maybe…
Pilihan kami adalah Candi Sari, sebuah candi Buddha. Letaknya di Dusun Bendan, beberapa ratus meter sebelah timur Candi Kalasan. Cukup masuk beberapa meter dari jalan raya Jogja-Solo, kami udah sampai. Begitu lihat candinya, kami langsung takjub “wah… gede banget”.


Candi Sari, biara para biksu
Batu-batuan candi yang tidak atau belum tersusun
Memang nggak sebesar Candi Borobudur, tapi bangunan candi dari abad ke-8 ini begitu megah menjulang. Bagian atas dihiasi beberapa stupa yang mengingatkanku pada kubah katedral. Di dalamnya ruangan bertingkat dengan jendela. Maklum saja, Candi Sari adalah sebuah biara atau asrama bagi para biksu. Dindingnya dihiasi relief Bodhisatwa yang digambarkan berdiri dengan memegang bunga teratai. Menurut penjelasan di situ, saat ditemukan bagian selasar candi hilang. Jadi bayangin aja, sebesar apa candi ini kalau lengkap.

Relief Bodhisatwa
Arsitektur nan megah
Tangga masuk ke candi, belum tersusun rapi
Sayangnya, siang itu Candi Sari nampak sepi. Pengunjungnya cuma kami berdua. Tapi di luar candi yang adalah perkampungan, warga sekitar beraktivitas. Ada yang sedang menggembalakan sapi, menuju ke sebelah utara candi yang banyak rumputnya.
Baik Candi Sambisari maupun Candi Sari sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemkab Sleman. Harga tiket masuknya juga sama, yaitu Rp. 2000 per orang. Terjangkau banget kan?

Sebenarnya aku pengin lanjut ke Candi Kalasan, tapi berhubung kami udah capek, terpaksa aku pending dulu. Sampai jumpa di Kalasan suatu hari nanti! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar